MUSIK MEMBAWAKU PADA PENCARIAN JATI DIRI LELUHUR DAN MENDEKATKANKU PADA YANG KUASA

WhatsApp Image 2017-12-26 at 20.17.57(1)Semua berawal dari musik, sehingga pembicaraan saya dengan Andi Bayou berjalan lancar dan rilex, seakan-akan kami sudah kenal lama. Memang benar kata orang bijak, music is an international language. Mendapat kesempatan berkomunikasi jarak jauh, Meksiko Jogjakarta dengan Andi Bayou yang ternyata masih memilih trah keraton Jogyakarta memberikan nuansa berbeda saat menikmati alunan indah jari-jarinya di atas piano. Sebut saja Sunrise at Borobudur, Sea of Love dan kini Java War 1. Semua mengalun indah menyatu dengan warna-warna nusantara indonesia. Perpaduan antara musik modern dan tradisional terasa indah dan seperti tak ada sekat di teliga pencinta musik seperti saya. Mungkin suatu saat, bila musik Indonesia dan Meksiko bisa menyatu satu dalam panggung yang sama, mungkin akan menjadi fusion yang sulit ditebak tetapi enak didengar.

Keterlibatan Andi Bayou dalam perjalanan awal Festifa Sinabung Karo Jazz 2017, adalah sebuah proses diri dan musik yang sedang mencari dan memaknai jati dirinya dan pesan para leluhurnya yang tercermin dalam musik. Bersama musisi international, Spanyol dan Inggris, Andi Bayou menyapa gunung Sinabung karena sejatinya semua gunung adalah bagian dari NUSA dan ANTARA, yang oleh para leluhur disebut Nusantara.

Pak Andi Bayou, bagaimana Anda memilih jalan musik dalam hidup Anda?

Ehm…saya memilih musik sebagai jalan kehidupan saya karena Tuhan sendirilah yang memberi saya bakat yang luar biasa dan menuntun saya dengan keajaiban menjadi musisi seperti sekarang. Saya lahir di kalangan keluarga dokter. Ayah dan ibu saya adalah dokter dan dosen profesor fakultas kedokteran UGM. Kakek saya juga seorang dokter, dia memiliki delapan anak dan enam di antaranya adalah dokter. Juga ketiga adik saya semua dokter. Jujur saja, sebagai seorang anak, mimpiku adalah menjadi seorang dokter, tapi ini berubah saat pamanku mengenalkanku pada olahraga bulutangkis, di mana aku berhasil mendapatkan tempat ketiga dalam kejuaraan SD se-nasional kala itu. Wajar saja kalau saya memimpikan menjadi juara dunia bulutangkis. Tapi impian menjadi juara dunia bulutangkis lenyap karena ayah saya tidak mendukungnya. Saya menjadi nakal dan liar. Namun, orang tua saya bisa melihat kecintaan saya pada musik dan pada hari ulang tahun ke 15 mereka memberi saya seperangkat alat musik sebagai hadiah ulang tahun, walaupun saat itu saya masih belum tahu cara bermain musik.

Setahun kemudian, ketika saya masuk SMA, saya mulai bermain keyboard. Itu terjadi setelah keyboardist sekolah lulus dan saya terpaksa menggantikannya. Pada saat itu saya menyadari bakat tersembunyi saya dalam bermain musik. Saya hanya butuh 3 bulan untuk mempelajari dari nol dan bisa mengeksekusi lagu yang sangat sulit, seperti “Highway Star” oleh Deep Purple, “Final Count down“, dll.

Setelah itu saya membangun sebuah studio rumah pada tahun 1998 dan meraih uang pertamaku dari musik dengan menciptakan sebuah jingle. Setelah lulus SMA saya merantau ke Jakarta untuk secara formal menjadi musisi.

Apakah boleh diceritakan proyek-proyek musik Anda sejak saat itu?

Pada tahun 1995 ketika saya mulai populer dengan band saya sendiri yang bernama “Bayou”, kemudian saya bekerja untuk menciptakan musik bagi seniman populer Indonesia seperti Iwan Fals, Nicky Astria, Kangen band dan beberapa lainnya. Juga, untuk sementara, menandatangani kontrak representasi untuk merk synthesizer Roland. Saya bahkan sempat merekam lima lagu di NYC. Saya telah menyusun beberapa single sejak saat itu. Pada saat saya merayakan 25 tahun berkarya di musik muncullah karya terbaru Sunrise in Borobudur.

Pak Andi, bagaimana Anda mendapatkan perpaduan musik dari suara dan suara tradisional Indonesia dari tempat lain yang begitu sesuai dengan single: Sunrise in Borobudur?

Semuanya berawal ketika saya bertemu Kenny, di Boulevard Hollywood, perwakilan Zen Land dan Michael Zentner, pemain biola terkemuka Amerika di Zen Land dan kami langung bersahabat. Tak lama setelah itu, saat rekaman, saya memainkan piano, Kenny ketika mendengarnya mengatakan bahwa permainan musik saya memberikan sensasi padanya nuansa matahari terbit, saya kemudian mengatakan kepadanya “mari kita karang musiknya ” dan segera nama singel baru muncul: Sunrise in Borobudur. Fusion itu terwujud dengan memasukkan seluruh musisi band Zen Land dan piano yang saya rekam di studio Capitol di NYC dengan suara dan gamelán yang saya rekam kemudian di Jakarta.

Anda juga berpartisipasi dalam Festival Sinabung Karo Jazz 2017, yang menyatukan ungkapan artistik dari beberapa negara. Apa pendapatmu tentang itu?

Saya memiliki filosofi hidup, kami menyebutnya Hamenayu Hayuning Bawono, yang berarti “mencapai keamanan, kedamaian, kebahagiaan dan kesejahteraan bagi semua penghuni dunia”. Saya berharap, melalui musik, seni dan budaya saya, untuk mencapai seluruh dunia dan mengilhami setiap orang untuk hidup harmonis.

catatan

Wawancara ini dilakukan oleh Alejandro Martinez dari Meksiko City

Diterjemahkan oleh Advent Tambun.

IKLAN

23633161_10155399997988052_1310656808_o - Copy

Check Also

Izaskun Ormaetxea de viajera empedernida a Co-Fundadora de Rutas Indonesia

Izaskun Ormaetxea, nacida en Gernika, España, llegó a Indonesia en 2014. Tras un largo periodo …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *