OPINI. GUARIOLA: CINTAILAH PEKERJAANMU! (terbit di harian TOPSKOR 27 Maret 2018)

WhatsApp Image 2018-03-28 at 09.59.42

¨Cintai apa yang kamu lakukan, dan lakukan apa yang kamu cintai.¨ Untaian kata-kata indah ini terucap dari bibir Pep Guardiola dalam acara seminar tahun 2013 di Meksiko, di mana Guardiola tampil sebagai salah satu pembicara bersama Tony Blair dan Lula Da Silva. Dua nama terakhir ini tentu bukan sosok baru bagi pencinta politik luar negeri. Tetapi bagi penggembar verita-berita olahraga mungkin masih asing. Tak ada salahnya saya jelaskan sedikit saja , Tony Blair adalah mantan Perdana Mentri Inggris sementara Lula Da Silva adalah mantan presiden Brasil.

Tak tanggungtanggung mereka bertiga diundang oleh …..salah satu mahluk terkaya di muka bumi ini. Tentu saya tidak ingin meyinggung lautan harta benda ….tetapi saya ingin mengarisbawahi betapa pentingnya sosok Pep sehingga bisa duduk bersanding dengan dua mantan pemimpin negara. Pep hanya memimpin 22 pemain yang hanya tampil di sebuah lapangan hijau, dengan satu bola di kaki. Singkat cerita, tak layak kiranya membandingan memimpin sebuah negara dengan meminpin sebuah tim bola. Tentu saja tak layak bila kita melihat sepakbola sebagai sebuah permainan di lapangan hijau saja. Tetapi bila kita membaca catatan kemenengan Pep Guardiola, dari 18 piala yang diperebutkan ia meraih 13 tropi selama menjadi pelatih di Barcelona. Keberhasilan fantastis inilah yang mendoro …untuk membayarnya dan berceraman di hadapan 5.000 peraih beasiswa dari perusahaan ….

Pep Guardiola sejatinya bukan pelatih yang mengajari bagaimana menendang bola, tetapi ia adalah seorang manager yang mempersiapkan agar semua pemain tetapi haus akan kemenangan, dari satu pertandingan ke pertandingan yang lain. Gairah meraih kemenangan itu ibarat api yang tak padama dalam gengaman Pep Guardiola dan tersalurkan dengan baik kepada para pemain. Tidak hanya di Spanyol, Jerman tetapi juga di pusat barometer sepakbola dunia Liga Inggris. Tak tanggung-tanggung, ia hanya membutuhkan empat kemenengan untuk dinobatkan sebagai Kaisar baru sepakbola dunia, menggeser nama besar lain seperti Mourinho, the spesial one.

Di hadapan mata Wegner, Arsenal seperti klub kelas dua ketika bertekuk lutut 0-3 dicukur habis oleh jawara-jawara MC. Kecepatan gerakan kaki para pemain asuhan Guadiola mematikan kreativitas Arsenal yang tiba-tiba lumpuh dihadapan publiknya sendiri. Arsenal berubah menjadi bambu runcing yang tumpul, tak mampu membaca tipu daya kelincahan kaki pemain MC.

Sepakbola di tangah Pep berubah menjadi sebuah cara berpikir. Jika Anda ingin melumpuhkan lawan, maka kecepatan berpikir adalah modal besar yang harus diasah. Pep adalah sosok pemikir tajam dan kritis. Kembali ke tahun 2013, usai acara seminar itu, wartawan sempat bertanya pada Pep apaakh ia tertarik menjadi pelatih timnas setelah mengundurkan diri dari Barcelona. Pep menjawab penuh diplomatis, tetapi sekaligus memperlihatkan kemampuan berpikirnya. ‘Saya sebetulnya ingin ke Prancis. Saya mencinta Katalan, keluarga saya. Kami adalah negara kecil. “ Dalam kalimat pendek ini, Pep Gaurdila menyimpan pesan, pendirian pribadi dan target masa depan.

Pep Guardiola adalah pemikir bola, sosok yang menciptakan irama permainan. Ia mampu mendikte irama permainan dan memaksa lawan masuk ke dalam irama permainannya. Strategi tiki taka, dari satu kaki ke kaki yang lain, adalah cara melumpuhkan kreativitas lawan dan terjebak dalam perasaan inferioritas. Dalam pertandingan apapun, ketika secara piskologis lawan menggangap musuhnya lebih hebat, maka hanya mukjizat yang bisa membalikkan keadaan. Itulah yang terjadi dalam pertandingan terakhir antara Wegner dan Pep Gaurdiola, yang diterjemahkan para pemain mereka di lapangan hijau.

Pertanyaan yang sangat penting dari semua penjelasan di atas adalah, apakah yang menjadi kunci sukses Guardiola, sang magnet kemenanga? Jawabanya sangat sederhana, cintalah pekerjaanmu. Pep bukan hanya mencinta pekerjaannya sebagai manger tim, tetapi memujanya. Baginya sepakbola bukan hanya pekerjaan, tetapi hidupnya, nafasnya dan jiwanya.

Totalitas hidup dalam pekerjaan apapun adalah kata kunci menunju sebuah kesuksesan. Dalam salah satu wawancara ketika masih menjadi pelatih Barcelona, Pep menceritakan bagaimana ia masuk ke sebuah kamar kecil di bawah Camp Nou dan membayangkan jalannya pertandingan. Cara ini lebih tepat disebut sebagai visualisasi. Ia seakan-akan menonton pertandingan pada esok harinya.

Pep adalah sosok yang merealisasikan visi dalam bentuk yang jauh lebih kongkrit. Ia melihat ke depan, tidak disibukan dengan masalah yang sudah berlalu. Ia mampu meminpin pasukannya untuk mleihat dari satu pertandingan ke pertandinga yang lain dan tidak terjebak dalam target final. Kemenangan final diraih dengan kemenangan gradual, kemenangan yang bertahap. Saya sangat yakin Pep tidak memikirkan pertandingan melawan Mourinho, tetapi ia menyibukkan dirinya untuk memperisapkan pertandingan berikutnya, membaca semua data pemain lawan, mulai dari kecepatan, jumlah gol atau bahkan jumlah passing. Dan bertolak dari sini, Pep merencanakan kemenangan berikutnya. Do what can you do today, tomorrow has their own problem. Ini adalah bukti cinta realistis pada sebuah profesi.

Advent Tambun

03.03.2018

RUMAH KOPI KARO

catatan

Telah diterbitkan di harian topskor

Check Also

JIS, Vicente Calderon dan MH.Thamrin

Saya akan mulai tulisan ini dengan membahas secara singat tentang stadion Vicente Calderon. Selama lima …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *