Ini adalah tulisan tangan Kardinal Bergoglio (Paus Fransiskus), teks pidato tersebut dibacakan oleh Kardinal Kuba pada tanggal 23 Maret 2013 selama misa di katedral Havana dan diterbitkan dalam majalah bulanan Keuskupan Agung Havana, Palabra Nueva.
Berikut tulisan tangan di atas yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia (*)
-“Telah dijadikan sebagai sebagai referensi untuk evangelisasi. Inilah alasan keberadaan Gereja.”
– “manisnya dan nikmatnya kebahagiaan mewartakan kabar gembira.” (Paulus VI)
– Jesus sendirilah yang dari dalam mendorong kita.”
1. Mewartakan kabar merupakan semangat apostolik.
Mewartakan kabar gembira megandaikan keberanian Gereja untuk keluar dari dirinya sendiri dan pergi menuju periferias, bukan hanya dari sedut geografis saja, tetapi juga terpinggirkan secara eksistensialis: terpinggirkan karena misteria kedosaan, karena penyakit, karena ketidakadilan, karena ketidaktahuan dan ketidakpedulian pada agama, karena pemikiran, dan karena semua bentuk penderitaan.
2. Ketika Gereja tidak keluar dari dirinya sendiri untuk mewartakan kabar gembira, membuatnya menjadi autorreferencial (bercermin pada diri sendiri) dan selanjutnya ia (Gereja) menjadi sakit (bandingkan dengan: Dalam Injil,wanita yang membungkuk kepada tubuhnya sendiri). Keburukan, yang sekian lama, telah terjadi di dalam institusi Gereja berasal dari autorreferencialidad, buah dari narcis teologi.
Dalam Apokalipsis, Jesus mengatakan bahwa ia berada di depan pintu dan memanggil.
Jelas terlihat bahwa kutipan ini merujuk pada tindakan Jesus mengetuk pintu dari luar untuk masuk…Tetapi saya kerap berpikir bahwa Jesus mengetuk pintu dari dalam agar kita membiarkanNya untuk keluar. Gereja yang autorreferencial menganggap bahwa Jesus Kristus ada dalam dirinya dan tidak membiarkannya untuk keluar.
3. Gereja, ketika menjadi autorreferencial, tanpa menyadarinya, menganggap bahwa memiliki cahaya sendiri; dan meninggalkan mysterim lunae dan memberikan ruang bagi penyakit parah yakni spritual duniawi (menurut De Lubac, penyakit terburuk yang membuat Gereja bertahan). Cara hidup seperti ini ditandi dengan saling memberikan glorifikasi satu kepada yang lainnya.
Dalam penjelasan lebih sederhana: ada dua citra Gereja: Gereja yang mewartakan kabar gembira yang keluar dari diriNya; Dei Verbum religiose audiens et fidenter proclamans, dan bentuk yang kedua adalah Gereja duniawi yang hidup pada diriNya, dari diriNya dan untuk diriNya.
Penjelasan ini seharusnya melahirkan perubahaan yang dapat dilakukan dan perbaikan yang dapat dijalankan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.
4. Sembari memikirkan siapa yang menjadi Paus berikutnya: sosok pribadi yang, berkontemplasi pada Jesus Kristus dan memuja Jesus Kristus, membantu Gereja keluar dari diriNya sendiri menuju periferias existenciales, dan yang menolongNya menjadi bunda yang rahim yang hidup “dari manisnya dan nikmatnya kebahagiaan mewartakan kabar gembira.”
(*)
Beberapa jam sebelum terpilih menjadi Paus, Kardinal Bergoglio memberikan naskah pidato yang ia sampaikan dalam congregaciones generales kepada Kardinal Ortega (Uskup Agung Havana, Kuba). Congregaciones generales adalah pertemuan yang diadakan oleh para kardinal sebelum dimulainya Konklaf.
Berikut teks aslinya dalam bahasa Spanyol.
El discurso lleva por título “La dulce y confortadora alegría de evangelizar” y es el siguiente:
“Se hizo referencia a la evangelización. Es la razón de ser de la Iglesia. – ‘La dulce y confortadora alegría de evangelizar’ (Pablo VI). – Es el mismo Jesucristo quien, desde dentro, nos impulsa.
1.- Evangelizar supone celo apostólico. Evangelizar supone en la Iglesia la parresía de salir de sí misma. La Iglesia está llamada a salir de sí misma e ir hacia las periferias, no solo las geográficas, sino también las periferias existenciales: las del misterio del pecado, las del dolor, las de la injusticia, las de la ignorancia y prescindencia religiosa, las del pensamiento, las de toda miseria.
2.- Cuando la Iglesia no sale de sí misma para evangelizar deviene autorreferencial y entonces se enferma (cfr. La mujer encorvada sobre sí misma del Evangelio). Los males que, a lo largo del tiempo, se dan en las instituciones eclesiales tienen raíz de autorreferencialidad, una suerte de narcisismo teológico. En el Apocalipsis Jesús dice que está a la puerta y llama. Evidentemente el texto se refiere a que golpea desde fuera la puerta para entrar… Pero pienso en las veces en que Jesús golpea desde dentro para que le dejemos salir. La Iglesia autorreferencial pretende a Jesucristo dentro de sí y no lo deja salir.
3.- La Iglesia, cuando es autorreferencial, sin darse cuenta, cree que tiene luz propia; deja de ser el mysterium lunae y da lugar a ese mal tan grave que es la mundanidad espiritual (Según De Lubac, el peor mal que puede sobrevenir a la Iglesia). Ese vivir para darse gloria los unos a otros. Simplificando; hay dos imágenes de Iglesia: la Iglesia evangelizadora que sale de sí; la Dei Verbum religiose audiens et fidenter proclamans, o la Iglesia mundana que vive en sí, de sí, para sí. Esto debe dar luz a los posibles cambios y reformas que haya que hacer para la salvación de las almas.
4.- Pensando en el próximo Papa: un hombre que, desde la contemplación de Jesucristo y desde la adoración a Jesucristo ayude a la Iglesia a salir de sí hacia las periferias existenciales, que la ayude a ser la madre fecunda que vive de ‘la dulce y confortadora alegría de la evangelizar’”.