NAFAS CINTAKU DALAM LAJU PANDAWA 87

…Rindu bergelora

Resah gelisah nafas cinta

Biarpun seribu luka

Tak bisa menghapus cinta…

 

Empat tahun lalu lagu ini, petikan lagu dari Nafas cinta yang dipopulerkan oleh Inka Christi bersama vokalis asal Malaysia, Amy Search pada tahun 1993, menghipnotisku sehingga tertidur pulas pada saat keberangkatan bus antar kota Pandawa 97 dari terminal Poris Plawad, Tangerang ke Yogyakarta. Dua pengamen terminal, seorang cowok dan seorang cewek tampil dengan penuh penghayatan  dalam suara yang hampir mirip dengan kedua penyanyi rocker tersebut, membuat semua penumpang merogoh kocek masing-masing sebagai tanda apresiasi seni jalanan yang memiliki nilai.

Hanya aku yang tidak memberikan sumbangan karena pada pertengahan lagu aku terbawa tidur dalam lantunan lagu tersebut. Tertidur pulas dalam mimpi seakan-akan bertemu dengan seorang gadis yang kepadanya akan kuhembuskan nafas cinta.

Tanpa kusadari, Pandawa 87 melaju meninggalkan Poris Plawad tepat pukul tiga melintasi kota Jakarta yang sumpek dalam kecematan kota. Mobil yang ber AC, bangku yang nyaman dan merdunya Nafas Cinta membuatku terlena dalam ketenangan istirahat sore sepanjang perjalanan hingga memasuki perhentian di Cirebon untuk makan malam. Saya bangun ketika kondektur Pandawa 87, memberikan pengumuman pada penumpang untuk saatnya turun dan makan malam.

Ketika saya bangun dari tidur pulasku, seorang wanita berkerudung biru tosca bermotifkan hamparan bunga melati dengan masker putih duduk disampingku dan memberikan anggukan sopan saat aku terbangun.

Tak sempat kubalas sapaan sopan itu, aku melangkah sedikit buru-buru turun meninggalkan bus, karena rasa lapar telah hinggap dalam perutku. Tak terpikir sedikitpun tentang wanita berkerudung bunga melati tadi. Pun aku tidak sempat ke kamar mandi untuk cuci wajah. Rasa lapar mengalahkan semua tuntutan lainnya. Dalam sekejap aku sudah duduk dengan sepotong paha ayam, sayur dan air teh hangat, menu standar bila melakukan perjalanan dengan bus Pandawa 87.

Rumah makan persinggahan bus malam itu penuh dan hanya tersisa beberapa kursi kosong saja. Rasa lapar itu pula yang tidak membuatku menyadari bahwa gadis berkerudung bunga melati telah duduk di depanku dengan menú yang sama denganku. Dari sudut mata kuperhatikan gadis itu. Perlahan ia membuka masker putih yang menutup mulutnya. Perlahan seperti ada sesuatu yang ia tidak ingin orang lain ketahui.

Sembari mulutku memamah biak, ujung mataku melihat sebuah bercak biru di pipi kiri bagian bahwa gadis yang persis di depanku tersebut. Perlahan dia makan, tetapi tidak bisa lahap seperti diriku. Setiap satu sendok yang masuk ke mulutnya, seteguk teh hangat membawanya dari mulut, melewati tenggorokan dan turun ke perut. Aku yakin bercak biru di pipinya itu adalah biang kerok rasa sakit yang ia tahankan setiap kali mengunyah dan menelan.

Sesudah beberapa kali ia menelan dan meneguk air, aku mengangkat wajah tegak ingin bertanya, sekejap ia malah menunduk menghindar jauh dari tatapanku.

Sejurus aku membuat kesimpulan bahwa gadis yang tiba-tiba muncul dalam perjalananku ke Yogyakarta itu memiliki masalah dan tidak ingin berbagi dengan orang lain.

Sekali lagi aku menatapnya yang tetap tunduk menatap piring nasi yang hanya berkurang beberapa sendok dari rasa ingin tahu, kini tatapanku beriba hati. Tapi aku bukan siapa-siapa dalam hidupnya untuk bertanya dan lalu menghiburnya. Aku hanya seorang karyawan yang sedang merasakan lelahnya bekerja di perusahaan yang selalu menuntutku meningkatkan penjualan. Perusahaanku adalah dealer sepeda motor listrik. Aku ingin liburan ke Yogyakarta, menikmati indahnya Candi Borobudur dan Prambanan. Kedua candi ini selalu memberiku inspirasi dan semangat baru. Borobudur dan Prambanan selalu memancarkan energi kesetiaan pada tujuan hidup. Keduanya adalah warisan dari abad 12 tetapi tetap abadi hingga saat ini. Keabadian kedua warisan budaya itu adalah sumber semangat yang tidak pernah padam. Saat dunia kerja menuntutku lebih, bahkan membuat kehilangan waktu-waktu penting untuk mencari teman hidup. Borobudur dan Prambanan menjadi cermin kehidupan. Borobudur dan Prambanan bisa hidup berdampingan dan memberikan keindahan tersendiri yang tidak bisa dibandingkan. Persis seperti seorang pemuda dan gadis yang sedang jatuh cinta. Keduanya berbeda secara fisik dan emosi tetapi dapat bersatu dalam satu cinta, dalam satu tarikan nafas cinta. Borobudur dan Prambanan adalah dua candi yang menjadi bukti bahwa nafas agama tetap sama, sekalipun bentuknya berbeda. Nafas cinta agama adalah Tuhan yang dihembuskan pada setiap tarikan nafas umat manusia pada zaman kedua candi itu didirikan.

Gadis kerudung melati putih itu masih tunduk menatap piring nasinya, saat kutinggalkan untuk kembali ke dalam bus.

Perutku sudah kenyang, pikiranku sudah tenang. Rasa ngantuk dan lapar telah berubah menjadi keinginan segera sampai ke Yogyakarta untuk menikmati Borobudur dan Prambanan.

Gadis berkerudung melati akhirnya juga duduk pada posisi semula, sebelah kiriku, pada posisi koridor bus, sementara aku bisa bebas menatap lepas dari kaca jendela bus. Tetapi karena malam hari, dinding jendela gelap itu malah memantulkan wajah gadis berkerudung dengan masker putihnya.

Pandawa 87, kembali mencium rapat jalanan hitam tol menuju Yogyakarta. Kukumpulkan semua keberanianku untuk memulai percakapan dengan wanita yang tiba-tiba muncul disampingku saat aku tertidur pulas. Bab satu perkenalan berjalan lancar. Namanya adalah Purnama Dewi, asal Sleman, bekerja di Jakarta sebagai karyawan sebuah bank swasta. Ia menyelesaikan kuliah di salah satu universitas swasta di Yogyakarta. Usianya 29 tahun. Tidak jauh berbeda dengan usiaku.

Tetapi bab kedua perkenalan, berhenti pada titik krusial ketika aku tanya apakah ia sudah menikah. Ia menatapku dengan seribu tanya yang tidak aku pahami. Ia tidak menjawab, tetapi mengalihkan pandangannya ke sisi lain jendela bus. Ia sepertinya tidak ingin percakapan bab kedua itu terjadi.

Setelah beberapa saat ia kembali menatapku, tapi tetap tidak berucap sepatah kata. Ia lalu membuka dengan pelan masker putihnya. Dan ketika mulut kecilnya ingin berucap sesuatu aku beri tanda dengan tanganku agar ia tidak perlu bercerita.

Dengan tangan kananku, aku menunjuk pipiku sendiri, seakan menunjuk pipinya yang lebam biru. Dan dengan lirih aku berkata.

“Hanya laki-laki pengecut yang akan menampar pipi pasangannya.” Ucapkan setengah berbisik agar tidak didengar penumpang  lainnya.

Purnama Dewi langsung mengigit bibirnya rapat-rapat menahan rasa marah, sedih, resah dan gelisah kehidupan yang sedang ia rasakan. Aku tatap matanya dengan rasa iba. Tanpa ia sadari bulir-bulir air putih keluar dari pangkal kedua matanya. Pandawa 87 melaju tanpa merasakan bahwa di dalam bus ada seorang gadis yang menyesali telah mengenal seorang lelaki gagal paham akan cinta, dan pada saat yang sama bertemu dengan seorang pemuda yang sedang meninggalkan kelelahan dunia kerja.

Sekali lagi aku berkata sembari menggelengkan kepala, “Hanya laki-laki pengecut yang menampar pipi pasangannya.” Dan tanpa kusadari, tanganku telah mengegam tangan Purnama. Kini bahuku telah menjadi tumpuan kepalannya. Aku bisa rasakan desahan nafasnya yang keluar tak teratur karena menahan rasa tangis yang tak terdengar.

Malam itu, aku tahu telah menemukan nafas cintaku, Purnama Dewi. Sesekali aku lihat keluar jendela bus Pandawa 87, ketemukan wajah Purnama Dewi di dalam bayangan hitam. Tetapi bila aku lirik atas kaca, sesekali bulan purnama awal maret terlihat dan tersenyum. Dua anak manusia telah menemukan nafas cintanya dalam perjalanan menuju Yogyakarta, kota yang menjaga dan merawat candi Borobudur dan Prambanan, butki nafas cinta umat manusia pada tuhannya.

Kepada purnama langit, aku berjanji untuk menjaga gadis yang bernama Purnama Dewi, yang tiba-tiba muncul saat aku bangun dalam bus Pandawa 87. Kini aku dengarkan nafasnya teratur dalam tidur yang pulas. Aku harap, ketika Purnawa Dewi nanti bangun, ia sudah menemukan sosok adam baru dalam hidupnya, Setyo Purwanto.

 

Advent Tambun  11/11/2024

Check Also

BERCINTA DI PASAR RAMAI CHINA TOWN GLODOK (1)

Persis di depan petak sembilan, Glodok. Aku sih menunggu ojek untuk berangkat ke JEMBATAN LIMA.. …

Deja un comentario

Tu dirección de correo electrónico no será publicada. Los campos obligatorios están marcados con *