Luisa Velez, Ratu Tempe dari Meksiko

Tempe adalah hadiah untuk dunia, begitulah Luisa Velez menulis kepada saya melalui layanan komunikasi WhatsApp. Kalimat ´mantra´ mengawali percakapan kami mengenai kecintaannya pada tempe, berawal dari rasa ingin tahu dan berakhir dengan bisnis yang menguntungkan.

Pertanyaan (P) Bagaimana Anda mendapatkan ide untuk mengetahui dan kemudian memproduksi tempe?

Jawaban (J) Saya berkenalan dengan tempe di Indonesia pada tahun 2003 ketika saya belajar Tari Bali. Sejak kali pertama saya makan tempe, saya telah menyukainya.  Dan sejak saat itu saya makan tempe setiap hari baik untuk sarapan, makan siang, dan makan malam. Aku jatuh cinta pada tempe.

Ketika saya kembali ke Meksiko saya sangat merindukan tempe, tetapi di negara saya itu tidak ada, nah, dari situlah ide awal untuk membuatnya. Karena saya suka tempe maka ketika saya membuatnya, yang saya inginkan hanyalah membagikannya kepada orang lain agar mereka mencobanya. Saat ini sama sekali saya tidak terpikir untuk berbisnis. Seiring berjalannya waktu, ide untuk memproduksi lebih banyak dan menawarkannya kepada publik semakin bertamah, terutama ketika saya menyelesaikan kuliah. Kebetulan saya belajar tentang nutrisi. Dari sudut pandang nutrisi, tempe adalah makanan yang luar biasa ini.

Lantas saya mencari informasi di internet, saya menemukan sebuah cerita inspiratif tentang seorang produsen tempe kelahiran Jawa di Jepang, Rustono Tempeh, yang dikenal sebagai “Raja Tempe” di Kyoto, yang memperkenalkan tempe ke Jepang. Kisahnya sangat menginspirasi saya, dan beberapa tahun kemudian saya menulis surat kepadanya untuk berterima kasih atas inspirasinya. Setelah menerima surat saya, dia menjawab dengan sangat ramah untuk berbagi dengan saya kisah pribadinya dan mengajari saya cara membuat tempe dan lika-liku bisnisnya. Rustono menjadi mentor saya dalam bisnis tempe dan kemudian menjadi partner saya. Dukungannya sangat penting bagi orang seperti saya yang tidak memiliki pengalaman bisnis. Saya sangat berterima kasih kepada Rustono atas bimbingan dan dukungannya.

(P) Selain Anda, apakah ada orang lain yang melakukan hal yang sama di Meksiko, membuat tempe?

(J)Ada satu atau dua orang lagi, tetapi menurut saya mereka tidak melanjutkan. Tempe sangat rumit untuk diproduksi dan membutuhkan banyak perawatan dan pengorbanan, sehingga hanya mereka yang menyukainya yang dapat terus membuat tempe untuk waktu yang lama.

(P)Ada apa tempe, kenapa jadi makanan yang direkomendasikan?

(J)Tempe merupakan makanan yang memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan kandungan gizi yang sangat banyak. Fermentasinya menjadikannya salah satu makanan asal tumbuhan dengan kuantitas dan kualitas protein tertinggi, selain memiliki jumlah serat, antioksidan, dan mineral yang tinggi seperti magnesium, mangan, kalsium, dan lain-lain. Ini juga meningkatkan kesehatan usus dengan memiliki probiotik. Lezat dan dapat dimasak dengan berbagai cara, menyesuaikan dengan selera orang atau berbagai wilayah di dunia. Ini memiliki terlalu banyak manfaat dan semakin banyak orang menghargainya. Terutama vegetarian dan vegan.

(P) Sejak kapan diproduksi hingga dipasarkan?

(J)Saya mulai membuat tempe pada tahun 2005. Dimulai dengan pembeli pertama saya dari kedutaan Indonesia dan berkembang dari waktu ke waktu. Sekarang tempe buatan saya sudah masuk di toko-toko, restoran dan hotel.

(P) Sekiranya boleh tahu, berapa jumlah tempe yang Anda pasarkan?

Bervariasi, tetapi saya dapat mengatakan bahwa sebelum pandemi itu lebih dari satu ton setahun.

(P) Selain memproduksi tempe, apakah Anda membuat produk yang berasal dari tempe, misalnya tempe goreng seperti yang biasa dikonsumsi di Indonesia?

(J) Saya hanya membuat tempe kedelai tradisional. Pelanggan di restoran adalah orang yang membuat banyak persiapan seperti hamburger, pizza, taco, sandwich, dll.

 

Untuk informasi lebih lanjut tentang Luisa dan keberhasilannya dalam memproduksi tempe, Anda dapat mengakses tautan ini.

Check Also

Izaskun Ormaetxea de viajera empedernida a Co-Fundadora de Rutas Indonesia

Izaskun Ormaetxea, nacida en Gernika, España, llegó a Indonesia en 2014. Tras un largo periodo …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *