P.Hilarius Kemit OFM.Cap : ECCLESIA DOMESTICA di tengah pusaran PENGEMBANGAN KAWASAN DANAU TOBA

hilarius kemit2Pengembangan Kawasan Danau Toba (KDT) sebagai destinasi wisata nasional sedang berproses. Tanggal 13 Juni 2016 telah dikeluarkan Peraturan Presiden (Perpres) No. 46 Tahun 2016 tentang Badan Otorita Kawasan Danau Toba yang mengatur tentang hal-hal terkait dengan pembentukan Badan Otorita Pengelola Kawasan Pariwisata Danau Toba, yang disingkat menjadi Otorita Danau Toba (ODT). Cakupan Kawasan Parawisata Danau Toba mengacu pada Peraturan Presiden No, 81 Tahun 2014 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan Sekitarnya, termasuk di dalamnya kawasan seluas 500 ha yang akan diberikan hak pengelolaan kepada ODT.
Deputi Bidang Infrastruktur Kementerian Kordinator Maritim Ridwan Djamaluddin (31/5/2016) di Jakarta sebagaimana dimuat dalam Kompas Online, menuturkan bahwa ada beberapa strategi pengembangan Kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata kelas dunia, diantaranya: perpanjangan landasan bandar udara Sibisa, sehingga dapat didarati oleh pesawat ATR dan Boeing 737; pembangunan tourist resort; embangunan jalan tol Kualanamu – Parapat; pendalaman Tano Ponggol; pembersihan Danau Toba, yakni penertiban perusahaan-perusahaan besar yang terindikasi merusak lingkungan Danau Toba,  serta menerapkan tehnologi fishing dan feeding yang ramah lingkungan terhadap keramba masyarakat; penyediaan wilayah wisata Toba seluas 500 ha untuk Eco-Tourism; dan promosi sejarah terbentuknya Danau Toba.

Gereja Katolik Keuskupan Agung Medan,  melalui Surat Mgr. Dr. Anicetus B. Sinaga, OFMCap, kepada  Presiden RI, Ir. H. Joko Widodo, menekankan bahwa Gereja Katolik KAM pada prinsipnya menyambut baik rencana pengembangan Kawasan Danau Toba sebagai destinasi Wisata, dengan beberapa catatan, antara lain: pembangunanparawisata kiranya mengedepankan soft tourism, yang bertanggungjawab terhadap kelestarian lingkungan seraya merespon kebutuhan masyarakat lokal, yang berkelanjutan, berkeadilan, serta menjungjung tinggi martabat manusia dan masyarakat adat; MENOLAK hard tourism yang tidak sensitif terhadap alam, berorientasi jangka pendek dan tidak memberdayakan masyarakat lokal; masyarakat setempat dan civil society harus dilibatkan sejak tahap perencanaan; hak pemanfaatan dan hak agrarian masyarakat lokal terhadap sumber daya alam hendaknya diakui dan dijamin dalam pembangunan keparawisataan; pengembangan parawisata kiranya berorientasi nilai dan bermartabat, yang mengintegrasikan penghormatan terhadap sistem sosial, sistem budaya dan pranata lokal untuk mencegah dampak negatif terhadap budaya lokal.

pisopiso2Beberapa Catatan:
Membaca, menimbang dan memperhatikan rencana percepatan pengembagan Kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata sebagaimana tertuang dalam Perpres No. 46 Tahun 2016, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan dan diseriusi: bahwa Menteri Parawisata ditugaskan membentuk susunan organisasi dan tata kerja Badan Pelaksana ODT paling lambat 3 (tiga) bulan sejak 13 Juni 2016;  bahwa tugas dan fungsi badan pelaksana ODT sangat strategis, antara lain: melakukan koordinasi sikronisasi, dan fasilitasi perencanaan, pengembangan, pembangunan, dan pengendalian di Kawasan Parawisata Danau Toba sebagaimana tertuang dalam Rancangan Tata Ruang Kawasan Danau Toba dan sekitarnya; melakukan perencanaan, pengembangan, pembangunan, pengelolaan, dan pengendalian di kawasan ODT seluas 500 ha; penyusunan rencana induk dan rencana detail pengembangan kawasan, yang harus telah disusun dan diusulkan paling lambat 3 (tiga) bulan sejak Badan Pelaksana terbentuk; perumusan strategis operasional pengembangan kawasan; penyelenggaraan pelayanan perizinan dan nonperizinan pusat dan daerah; bahwa dalam melaksanakan tugas dan fungsi di atas, Badan Pelaksana memperhatikan aspirasi, budaya dan masukan dari masyarakat yang ada di Kawasan Parawisata Danau Toba;

Dari uraian di atas jelas bahwa pemerintah sungguh merencanakan percepatan pembangunan Kawasan Danau Toba dalam hitungan bulan ke depan. Dalam kaitan dengan itu Gereja dituntut bergerak lebih cepat lagi.

Gereja yang  telah menyatakan sikap harus dapat memastikan bahwa nilai dan prinsip yang telah disampaikan Gereja sungguh-sungguh diperhatikan dan diwujudkan badan pelaksana ODT. Gereja sebagai lembaga dan umat Allah, harus menjalin kerjasama dengan semua pihak yang berkehendak baik untuk mengawal percepatan pembangunan Kawasan Danau Toba, sehingga sesuai dengan harapan Gereja sebagaimana sudah disampaikan kepada Presiden Jokowi; Gereja harus berani tampil sebagai nabi di garda terdepan untuk menolak setiap bentuk pengingkaran terhadap nilai dan prinsip yang telah diungkapkan di atas, seraya membangun penyadaran dan kegiatan-kegiatan di tingkat akar rumput dan desa sebagai subyek yang akan mengalami dampak langsung, baik positif maupun dampak negatif dari pembangunan itu; Gereja tidak mempunyai pilihan lain untuk tegap berdiri pada “option for the poor” sebagaimana telah dilakukan oleh Yesus, sekalipun harus disalibkan; Untuk memastikan semua hal di atas, Gereja harus punya strategi dan bekerja keras.

danautobaEcclesia Domestica di Tengah Pusaran Keparawistaan Kawasan Danau Toba
Parawisata adalah suatu kegiatan yang secara langsung menyentuh dan melibatkan masyarakat lokal (keluarga) sehingga membawa berbagai dampak terhadap masyarakat setempat. Bahkan parawisata dikatakan mempunyai energi dobrak yang luar biasa, yang mampu membuat masyarakat (keluarga) setempat mengalami metamorphose dalam berbagai aspeknya.
Berbagai dampak langsung maupun tidak langsung yang sifatnya positif yang dapat mengubah masyarakat lokal itu diantaranya dalam hal pembangunan sarana dan infrastruktur, terciptanya aneka wirausaha baik jasa dan produksi, terciptanya aneka lapangan kerja dan meningkatnya daya kreatifitas masyakarat dan dengan demikian meningkatkan pendapatan masyarakat.
Di samping itu, dampak yang negatif juga mungkin menerpa masyarakat lokal, seperti maraknya jual-beli tanah, eksploitasi sumber daya alam meningkat, benturan nilai, sosial, dan budaya, kesenjangan ekonomi, hilangnya kontrol masyarakat lokal terhadap sumber daya ekonomi, beralihnya tenaga kerja sektor produksi pertanian ke perdagangan dan sebagainya.
Percepatan pembangunan kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata ini tentu saja dapat mendatangkan berkat jika masyarakat lokal (keluarga) sungguh siap dan menjadi pelaku/ subyek dari keparawisataan itu. Tetapi sebaliknya, keparawisataan itu dapat menjadi kutuk jika masyarakat lokal (keluarga) tidak siap menghadapi  perubahan yang ada dan menjadi objek perubahan itu sendiri, sehingga tersisih dan tersingkir.
Adalah tugas pemerintah untuk melindungi kepentingan masyarakat sehingga tidak tercabut dari hak-haknya sebagai masyarakat lokal dalam meraih kehidupan yang layak.Tetapi juga menjadi tugas semua pihak, termasuk Gereja untuk berjuang bersama masyarakat lokal dalam membangun, mempertahankan dan membela hak-haknya sebagai warga masyarakat untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya (bukan saja ekonomi, tetapi menyangkut seluruh aspek kehidupan yang mendukung masyarakat lokal (keluarga) lebih sejahtera).
Keluarga sebagai gereja kecil (ecclesia domestica) pertama dan utama harus paham dan siap sebagai subyek keparawisataan. Langkah-langkah awal dan konkrit yang dapat dilakukan oleh keluarga adalah: tidak menjual tanah tetapi memelihara dan mengusahakan tanah agar lebih produktif. Telah terjadi konflik di beberapa tempat karena sengketa tanah. Harga tanah makin lama makin tinggi. Dengan menguasai dan mengusahakan tanah, maka kemungkinan berkolaborasi dalam berbagai usaha dengan pemodal dapat dilakukan, tanpa harus kehilangan hak atas tanah; kreatif mengembangkan potensi sumber daya keluarga untuk menciptakan wirausaha yang berwawasan keparawisataan. Aktif mencari peluang-peluang usaha dan mengikuti pelatihan-pelatihan UKM yang diselenggarakan berbagai pihak dengan memberdayakan potensi lokal. Pro aktif membangun kesatuan masyarakat di tingkat desa untuk bersama menciptakan potensi keparawisataan: seni, budaya, agriculture, religi, sumber daya alam, dan kearifan lokal. Undang-undang Desa memungkinkan satuan masyarakat desa untuk mengelola sumber daya alam dan potensi yang ada di desanya dalam konteks keparawisataan. Dengan demikian tatanan budaya, religi, kearifan lokal tetap dapat dipertahankan dan sekaligus menjadi bagian dari iklim keparawisataan itu sendiri tanpa kehilangan identitas dan jati diri. Menjadi tuan rumah yang baik bagi para tamu yang datang. Nilai dan perilaku jujur, sopan, ramah, bersahabat tentu menjadi faktor penting dalam menjalin relasi berwawasan keparawisataan. Orang lain merasa at home, rindu untuk kembali dan merasakan keramahan dan hospitalitas masyarakat setempat.

Pembangunan dalam semua sisi akan mendatangkan perubahan, termasuk pembangunan kawasan Danau Toba sebagai destinasi wisata. Dampak positif dan negatif dari pembangunan itu akan ada, tergantung dari kesiapan masyarakat lokal (keluarga) melihat pembangunan itu sebagai peluang yang membawa berkat atau kutuk.
Gong percepatan pembangunan kawasan Datau Toba telah dipalu…. Pilihan kita adalah menjadikan pembangunan itu sebagai peluang baru dalam meraih kesejahteraan. Ajaran Kristus bagi kita, “perbuatlah bagi sesamamu, apa yang kamu kehendaki orang lain perbuat bagi dirimu” menjadi modal dan kekuatan bagi ecclesial domestica dalam menyongsong kawasan Danau Toba sebagai tuan rumah bagi para tamu kita. Tuhan memberkati rencana, usaha dan niat baik kita masing-masing.

P. Hilarius Kemit, OFMCap
Direktur JPIC Kapusin Medan

July 2017

Check Also

La escultura megalítica Lore Lindu, prueba de una gran civilización en Sulawesi Central

Esculturas o estatuas de diversas formas parecen estar esperando la presencia humana para llegar al …

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *